Jakarta, dettiknews.com Advokat Drs. Purba Hutapea, S.H., M.Soc.Sc.bersama tim dari Kantor Hukum DH & Partner menyambangi Komisi Yudisial perihal dugaan Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman perilaku yang dilakukan Hakim di Pengadilan Jakarta Barat,Senin,(01/07/2024).
Kedatangan Kuasa hukum dari klien Giman tersebut melaporkan dan meminta Komisi Yudisial untuk dapat memeriksa terhadap Majelis Hakim Tunggal di Pengadilan Jakarta Barat yang mengadili Praperadilan dengan No Register Nomor: 5/Pid.Pra/2024/PN. Jkt.Brt. yang telah diputus pada hari Senin,03 Juni 2024.
Dalam press rilis yang dibagikan kepada para awak media, Kuasa Hukum Giman dari Kantor Hukum DH & Partner dengan Ketua Tim Advokat Drs.Purba Hutapea, S.H., M.Soc.Sc menyampaikan Majelis Hakim Tunggal yang memeriksa Perkara Praperadilan diduga telah melanggar ketentuan point 8 dan 10 sebagimana yang diatur dalam Pelanggaran Kode Etik & Pedoman Perilaku Hakim yang tidak berdisiplin tinggi dan tidak bersikap
profesional dalam mengadili perkara tersebut.
Adapun pelanggaran yang dilakukan terlapor yang merupakan Hakim Tunggal menurut Kuasa Hukum Advokat Drs. Purba Hutapea, S.H., M.Soc.Sc tersebut sebagai berikut :
1.terlapor mengabaikan ketentuan Pasal 76 ayat 1 KUHP, mengenai Ne Bis In ldem, khususnya mengenai Putusan Pidana yang telah berkekuatan hukum tetap.Terlapor dalam mengabulkan permohonan Praperadilan telah menggunakan putusan Perdata seolah putusan tersebut adalah putusan pidana
akibatnya, putusan tersebut telah menguntungkan Pemohon Praperadilan.
2.terlapor mengabaikan adanya 2 putusan Praperadilan yang telah
mempertimbangkan masalah Nebis In Idem, sehingga lagi-lagi Termohon dengan sengaja mengabaikan fakta sebenarnya dan menguntungkan Pemohon Praperadilan.
3.terlapor mengabaikan ketentuan pasal 76 ayat 1 mengenai Nebis In Idem, dimana dalam putusan Pidana yang menghukum inisial EM tidak bertalian dengan laporan polisi yang dilaporkan oleh Giman atau Pelapor, dimana tempus delicti, locus delicti,korban yang berbeda dengan putusan Pidana
Nomor: 1284/Pid.B/2020/PN.JKT.BRT tertanggal 2 Desember 2020.
4.terlapor mengabaikan adanya minimal 2 alat bukti didalam putusannya. Saksi tidak mengetahui mengenai peristiwa adanya laporan polisi atas nama Giman maupun Suryawan Santosa dan mengabaikan bukti copy dari Copy.
5.tidak menjalankan prosedur acara Praperadilan mengenai acara replik dan duplik, Terlapor melarang adanya replik dan duplik dalam Praperadilan.
6.tidak menjalankan asas asas peradilan sederhana, sederhana,cepat,biaya ringan, Terlapor berpihak pada pemohon Praperadilan, yang tidak pernah menegur dan sidang dimulai pada pukul 17.00 WIB.
7.terlapor dalam memutus Perkara Praperadilan melebihi batas waktu yang sudah diatur sebagaimana disebutkan putusan praperadilan yang diputus di dalam ketentuan pasal 82 KUHAP Ayat 1 Huruf C mengenai waktu tujuh hari putusan Praperadilan yang diputus.
Bahwa Kuasa Hukum Pelapor, menganggap Putusan Praperadilan ini janggal dan tidak berdasarkan hukum. Sehingga Pelapor Mengadukan Terlapor selaku Ketua Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini, kepada Komisi Yudisial Republik Indonesia atas dugaan melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
Dalam konferensi pers yang digelar oleh Kuasa Hukum Giman dari Kantor Hukum DH & Partner yang disampaikan oleh Advokat Drs Purba Hutapea, S.H., M.Soc.Sc. yang dilakukan di Lobby Komisi Yudisial,Jl. Kramat Raya No.57, RT.8/RW.8, Kramat, Kecamatan. Senen, Kota Jakarta Pusat, Menyampaikan.
“Hari ini saya dan kawan-kawan dari kantor hukum DH dan Partner melaporkan ke Komisi Yudisial atas keluarnya putusan praperadilan nomor 05 tahun 2024 Jakarta Barat dikeluarkan oleh Hakim Tunggal secara kurang profesional dan melanggar kode etik , yang pertama putusan Praperadilan nomor 05 tahun 2024 Jakarta Barat tersebut mengabaikan dua putusan praperadilan yang sebelumnya memenangkan klien kami yaitu putusan praperadilan nomor 09 tahun 2023 dan putusan praperadilan nomor 01 tahun 2024 dan dalam amar keputusan nomor 05 tahun 2024 tidak menyinggung sama sekali bagaimana nasib dua putusan praperadilan nomor 09 tahun 2023 dan nomor 01 tahun 2024 itu dilupakan,”ujarnya.
Lebih lanjut Advokat Drs Purba Hutapea, S.H., M.Soc.Sc. Kuasa Hukum dari Kantor Hukum DH dan Partner menambahkan.
“Untuk apa peradilan kalau tidak diikuti,intinya keputusan para peradilan tersebut adalah menyatakan bahwa penerbitan SP3 atas tersangka itu dibatalkan dan harus dilanjutkan ke tingkat pengadilan dengan menyerahkan barang bukti dan tersangka ke jaksa penuntut umum, namun dalam keputusan praperadilan keputusan praperadilan nomor 05 tahun 2024 tersebut SP3 tersebut kembali dibatalkan, Jadi dua putusan praperadilan terdahulu tidak di indahkan oleh Hakim tunggal yang memutus putusan praperadilan nomor 05 tahun 2024 tersebut pertama, yang kedua adalah dalam pelaksanaannya tidak mengindahkan asas ini adalah bahwa putusan tersebut berat sebelah, sebetulnya yang sudah inkrah pada dua keputusan praperadilan sebelumnya,” bebernya.
“Itu yang pertama, yang berikutnya adalah dalam pelaksanaan persidangan waktu itu sangat tidak dihargai di jadwalkan jam 10 pemeriksaan itu jam 5 sore berikutnya adalah Putusan Praperadilan dikeluarkan menyalahi hukum acara, yang menurut hukum acara harus selesai dalam waktu 7 hari, ini lebih dari 7 hari, kejanggalan lainnya adalah bukti-bukti yang disampaikan oleh kuasa pemohon yang memohon praperadilan itu tidak asli, tapi copy dari copy ini tentu menyalahi penyerahan barang bukti, itu antara lain yang kami laporkan, intinya adalah Hakim Tunggal dari Pengadilan Jakarta Barat melanggar kode etik dan profesi hakim demikian,”imbuhnya.
Selepas membuat laporan ke Komisi Yudisial,Drs. Purba Hutapea, S.H., M.Soc.Sc.bersama tim dari Kantor Hukum DH & Partner menyampaikan keawak media.
“Laporan kita sudah di terima,dari tanggal hari ini Komisi Yudisial akan membentuk tim verifikasi untuk pendalaman terkait pengaduan kami, apabila ditemukan pelanggaran paling cepat 15 hari.”tandasnya.
Jurnalis (Rohena)