
Jakarta, dettiknews.com Konflik antara India dan Pakistan berakar dari peristiwa pembagian wilayah kolonial Inggris di Anak Benua India pada tahun 1947. Saat itu, India dibagi menjadi dua Negara: India yang mayoritas Hindu dan Pakistan yang mayoritas Muslim. Proses pemisahan ini memicu migrasi besar-besaran dan kekerasan sektarian yang menyebabkan kematian hingga dua juta orang.
Salah satu wilayah yang menjadi sengketa adalah Negara bagian Jammu dan Kashmir, yang saat itu berstatus sebagai “Negara pangeran”
(princely state) dengan populasi mayoritas Muslim namun dipimpin oleh seorang Maharaja Hindu, Hari Singh. Awalnya, Maharaja memilih untuk tetap netral. Namun, ketika pasukan suku dari Pakistan menyerbu Kashmir pada Oktober 1947, ia meminta bantuan India.
India bersedia memberikan bantuan militer dengan syarat Kashmir bergabung dengan India. Permintaan itu disetujui oleh Maharaja, dan India kemudian mengirim pasukan untuk mengusir penyerbu.sejak saat itu, wilayah Kashmir menjadi bagian dari India, meskipun Pakistan tidak pernah mengakui aneksasi tersebut.
Penolakan Pakistan atas penggabungan Kashmir ke India memicu perang pertama antara kedua negara pada 1947–1948. Intervensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) saat itu merekomendasikan agar dilakukan referendum di Kashmir untuk menentukan masa depannya. Namun, demiliterisasi yang disyaratkan tidak pernah terlaksana, dan wilayah Kashmir pun terbagi oleh “Garis Kontrol” (Line of Control/LoC) yang hingga kini menjadi batas de facto antara dua wilayah yang dikuasai masing-masing negara.
Kedua Negara kembali berperang pada tahun 1965 dan 1999 dengan penyebab utama tetap berkutat pada klaim atas wilayah Kashmir. Konflik bersenjata juga hampir pecah pasca serangan teror di Mumbai pada 2008 dan serangan terhadap konvoi militer India di Pulwama pada 2019.
Peran militan dan tuduhannya kedua pihak saling mendukung terorisme
Sejak akhir 1980-an, wilayah Kashmir yang dikuasai India menghadapi pemberontakan bersenjata oleh kelompok kelompok militan yang menuntut kemerdekaan atau penggabungan ke Pakistan. India menuduh Pakistan mendukung dan melatih kelompok-kelompok tersebut, tuduhan yang secara konsisten dibantah oleh Islamabad.
Pada tahun 2016 dan 2019, India menuding kelompok militan yang berbasis di Pakistan terlibat dalam serangan terhadap pasukannya. Sebagai respons, India melancarkan serangan udara ke wilayah Pakistan, yang dibalas oleh Islamabad dengan serangan balasan dan penembakan pesawat tempur India.
Penghapusan status khusus Kashmir oleh India, Situasi di Kashmir semakin memanas setelah pemerintah India pimpinan Perdana Menteri Narendra Modi mencabut status otonomi khusus Jammu dan Kashmir pada Agustus 2019. Keputusan ini memungkinkan warga negara India dari luar wilayah tersebut untuk membeli tanah di Kashmir, yang memicu kemarahan warga lokal dan kecaman dari Pakistan.
Langkah tersebut disertai dengan pembatasan ketat terhadap informasi dan aktivitas warga, termasuk pemutusan akses internet, penahanan tokoh politik lokal, serta pengerahan besar-besaran pasukan keamanan.
Eskalasi terbaru: Serangan terhadap wisatawan
Puncak terbaru dari ketegangan ini terjadi setelah serangan terhadap para wisatawan di Pahalgam, Kashmir yang dikuasai India, yang menewaskan sedikitnya 26 orang. India menuding Pakistan berada di balik serangan tersebut dan menanggapinya dengan meluncurkan serangan rudal ke wilayah Punjab dan Kashmir yang dikuasai Pakistan, menewaskan lebih dari 30 orang.
Pengamat hubungan internasional menilai bahwa serangan India kali ini bersifat eskalatif karena tidak hanya menyasar wilayah perbatasan, tetapi juga wilayah dalam Pakistan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran internasional akan kemungkinan pecahnya perang terbuka antara dua negara yang sama-sama memiliki senjata nuklir.
Konflik antara India dan Pakistan adalah hasil dari sejarah panjang yang kompleks, dimulai dari pembagian wilayah pasca-kolonial, perebutan wilayah Kashmir, keterlibatan kelompok militan, hingga kebijakan politik dalam negeri masing-masing negara.
(Parlin)