
Jakarta dettiknews.com Dalam aksi unjuk rasa, mereka menuntut DPR dan pemerintah segera melakukan revisi menyeluruh terhadap pasal-pasal bermasalah, dengan melibatkan partisipasi aktif seluruh pemangku kepentingan, termasuk organisasi pers dan masyarakat sipil.
Secara bergantian, perwakilan organisasi wartawan, pro demokrasi melakukan orasi.menjelang siang, Muhammad Farhan Anggota Komisi I DPR RI menemui para pengunjuk rasa di depan Gedung DPR RI, dan menerima pernyataan sikap dari organisasi wartawan.
Unjuk rasa Masa aksi berbagai organisasi profesi wartawan baik dari Media Elektronik, MediaCetak, Media Online, dan Mahasiswa menolak dan menuntut revisi Undang-Undang (UU) nomer 32 tahun 2022 tentang penyiaran berita di Gedung DPR RI
Tuntutan tersebut langsung kepada komisi I anggota DPR RI dari fraksi partai Nasdem Muhammad Farhan didepan Gedung DPR RI, Senayan Jakarta Senin 27/5/2024.
Farhan mengatakan revisi UU penyiaran harus dilakukan karena sudah ada perubahan di kluster penyiaran UU Cipta Kerja.Namun dia menyebut konsekuensinya adalah terdapat berbagai macam upaya untuk mengubah pasal- pasal lain ketika pintu revisi dibuka.
.Karena pasal yang mau diubah sebetulnya cuma pasal Analog Switch off (ASO) sudah lewat, tetapi masuk juga ide-ide lain,apakah salah? tentunya tidak terang Farhan.
DPR sebelumnya pernah berdiskusi dengan dewan pers ataupun pihak terkait lainnya dalam pembahasan RUU penyiaran tersebut. Bahkan hingga saat ini, DPR tidak pernah mengajak diskusi terkait pembahasan pasal-pasal RUU Penyiaran yang akan diambil keputusannya pada 29 Mei 2024 dalam rapat Badan Legislasi DPR.
Gabungan organisasi pers tersebut menuntut DPR RI segera menghentikan pembahasan RUU Penyiaran yang mengandung pasal-pasal bermasalah ini. DPR RI harus melibatkan organisasi pers, akademisi, dan masyarakat sipil dalam penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi.
Mereka juga meminta untuk memastikan bahwa setiap regulasi yang dibuat harus sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi tentang kebebasan pers.
“Kami percaya bahwa kebebasan pers dan kebebasan berekspresi adalah hak asasi manusia yang harus dijaga dan dilindungi. Untuk itu, kami akan terus mengawal proses legislasi ini dan siap melakukan aksi massa jika tuntutan kami tidak dipenuhi.”
Poin-poin penolakan:
1Ancaman Terhadap Kebebasan Pers: Pasal-pasal bermasalah dalam revisi ini memberikan wewenang berlebihan kepada Komisi Penyiaran Indonesia untuk mengatur konten media, yang dapat mengarah pada penyensoran dan pembungkaman kritik terhadap pemerintah dan pihak-pihak berkepentingan, seperti termuat pada draf pasal 8A huruf q, pasal 50B huruf c dan pasal 42 ayat 2.
2.Kebebasan Berekspresi Terancam: Ketentuan yang mengatur tentang pengawasan konten tidak hanya membatasi ruang gerak media, tetapi juga mengancam kebebasan berekspresi warga negara, melalui rancangan sejumlah pasal yang berpotensi mengekang kebebasan Insan pers berekspresi.
3.Kriminalisasi Jurnalis: Adanya ancaman pidana bagi jurnalis yang melaporkan berita yang dianggap kontroversial merupakan bentuk kriminalisasi terhadap profesi jurnalis.
4.Independensi Media Terancam: Revisi ini dapat digunakan untuk menekan media agar berpihak kepada pihak-pihak tertentu, yang merusak independensi media dan keberimbangan pemberitaan, seperti termuat dalam draf pasal 51E. Munculnya pasal bermasalah yang mengekang kebebasan berekspresi berpotensi akan menghilangkan lapangan kerja pekerja kreatif, seperti tim konten Youtube, podcast, pegiat media sosial dan lain sebagainya.
Reportet Riki Rahman.