
Jakarta,dettiknews.com Dalam Pernyataan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Yandri Susanto, dalam sebuah rapat resmi menuai polemik. Dalam video yang beredar luas di media sosial dan televisi, Yandri menyebut bahwa LSM dan wartawan sering mengganggu kepala Desa dengan meminta uang, bahkan menyebut mereka sebagai “Wartawan Bodrex.”
“Yang paling banyak mengganggu kepala Desa itu LSM & Wartawan Bodrex. Karena mereka mutar itu,kalo setiap hari ini minta satu juta, bayangkan kalau 300 desa, tiga ratus juta. Kalah itu gaji menteri. oleh karena itu, pihak kepolisian dan kejaksaan mohon ditertibkan dan ditangkapi saja itu, Pak Polisi, LSM dan Wartawan Bodrex yang mengganggu kerja para kepala desa,” ujar Yandri dalam video tersebut.
Pernyataan tersebut langsung mendapat respons dari berbagai pihak Insan Pers, bahkan Pimpinan Media dettiknews.com Mustaan Angkat bicara dalam ucapan seorang menteri seharusnya tidak pantas keluar dari mulutnya menteri diduga tidak punya Etika sopan santun dan tidak punya moral,hal ini sudah meremehkan profesi wartawan dan LSM.
” Padahal beliau baru diangkat menjadi Menteri sudah bikin Gaduh dipublik, seharusnya beliau diangkat oleh Presiden Prabowo menjadi Menteri Mendes PDTT bekerja dan memperbaiki tatanan kepemerintahan di Mendes PDTT seharusnya beliau terjun kelapangan Supaya tau apa yang terjadi di Desa Seperti Anggaran Dana Desa sudah terealisasi apa belum jangan Asalbunyi dipublik harus punya data.
Seharusnya Yandri Susanto diangkat menjadi Menteri menunjukkan dalam kinerjanya mampu tidak dalam menjalan tugas dan Fungsinya sebagai Menteri Mendes PDTT
Mus putra asal Jawa timur kalo mau bicara aturan ayo saya bantu, saya memiliki data A1saya berani menantang Yandri Susanto, apakah Yandri punya nyali apa tidak,ayo kita jalin kerjasama tangkap para Koropsi Dana Desa di Jawa Timur, Faktanya aja 21 orang sudah dijadikan tersangka oleh KPK masih berkeliaran sampai saat ini belum ada penangkapan dari KPK, apalagi mengungkap Dana Desa capek deh.
Kalau soal penindakan terhadap oknum wartawan dan LSM yang melakukan pemerasan, dari dulu juga penanganan nya cepat. Tapi beda kalau ada pejabat yang terlibat korupsi, terkesan lambat dalam penanganannya,” tegas Mus.
Ia juga menyoroti bahwa banyak penyelenggara Negara yang terlibat dalam tindak pidana pemerasan dan suap, namun tidak disinggung dalam pernyataan Yandri.
“Kenapa sasaran tembaknya harus LSM dan wartawan bodrek? Padahal, banyak kepala desa yang menyalahgunakan Dana Desa. Jika memang kepala desa merasa diperas, ya laporkan saja ke kepolisian. Jangan takut jika memang tidak melakukan penyimpangan keuangan desa,”
lanjut hal itu bisa saja dianggap sebagai bentuk kemitraan atau dukungan sosial, selama tidak ada unsur paksaan atau pemerasan.
“Misalnya ada oknom yang memberikan uang secara sukarela kepada wartawan atau LSM, bisa saja itu dianggap sebagai bentuk kemitraan atau sedekah bagi para Lembaga Sosial. Menurut saya, itu sah-sah saja. Sejelek-jeleknya oknum LSM atau wartawan yang dikasih uang, tetap tidak sebanding dengan pejabat korupsi yang makan uang rakyat,” tambahnya.
Mus mendesak Yandri Susanto untuk segera menyampaikan permintaan maaf secara terbuka atas pernyataannya yang dinilai merendahkan profesi wartawan dan LSM. Selain itu para Wartawan dan LSM juga menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawasi kinerja Yandri Susanto dalam merespons aduan masyarakat terkait dugaan penyimpangan di Kemendes.
“Kita lihat saja nanti siapa yang ‘bodrek’. Kita akan pantau sejauh mana kinerja Menteri Desa dalam menangani laporan masyarakat terkait dugaan penyelewengan di Kemendes,” tutupnya.
Tgl 2/2/2024.
Para Wartawan dan LSM juga akan mengawasi kinerja Bupati Serang Banten terpilih, Ratu Racmatu Zakiyah yang merupakan istri dari Yandri Susanto. Jika ditemukan adanya permasalahan dalam kepemimpinannya, mereka akan melanjutkan temuan tersebut ke pihak berwenang.
Pernyataan Yandri Susanto ini masih menjadi sorotan dan memicu perdebatan di kalangan jurnalis serta aktivis LSM.
Publik menilai menduga ucapannya Yandri sebagai upaya untuk melindungi praktik korupsi di tingkat Desa dari lembaga kontrol sosial, sementara yang lain menganggap nya sebagai kritik terhadap oknum LSM dan wartawan yang menyalahgunakan profesinya.
(Red)